Jumat, 31 Juli 2015 01:42:52
Bagai
pisau bermata dua, rokok bukan hanya merugikan diri sendiri tapi juga orang
lain. Asap rokok yang diembuskan, mengganggu orang lain dan juga membahayakan
kesehatan orang yang menghirup asapnya. Tak heran, rokok menjadi masalah klasik
yang dihadapi seluruh dunia.
Saat ini Badan Kesehatan Dunia (WHO) sedang memerangi epidemi tembakau rokok
dengan berbagai strategi, salah satunya dengan menggiatkan kampanye berhenti
merokok di seluruh dunia.
Penggunaan rokok elektrik (e-cig) diklaim banyak pihak merupakan langkah awal
untuk mengurangi kecanduan rokok. Tidak adanya asap yang dikeluarkan membuat
penggunanya merasa lebih aman dibanding mengisap rokok biasa.
"Pada awalnya rokok elektronik memang dipasarkan sebagai alternatif yang
aman pengganti merokok tembakau dengan mekanisme kerja sebagai alat penyemprot
dan menguap cairan nikotin dalam cartridge," kata Tjandra Yoga Aditama,
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian
Kesehatan dalam siaran persnya.
Dijelaskan dia, rokok elektrik adalah sebuah inhaler (alat hirup) berbasis
baterai yang memberikan nikotin, yang disebut oleh WHO sebagai sistem
pengiriman elektronik nikotin. Rokok elektrik ini menggunakan listrik dari
tenaga baterai untuk memberikan nikotin dalam bentuk uap sehingga dikenal
dengan sebutan Electronic Nicotine Delivery System (ENDS).
Alat ini sebenarnya dirancang untuk memberikan nikotin tanpa membakar tembakau
namun tetap memberikan sensasi merokok pada penggunanya.
Untuk menghasilkan uap, rokok elektrik diisi dengan cairan yang mengandung
nikotin, propilen glikol, penyedap (untuk mensimulasikan rasa tembakau), dan
air. Namun bedanya dengan rokok biasa, rokok elektrik tidak mengandung tar
berbahaya dan zat aditif kimia beracun.
"Larutan nikotin tersebut memiliki komposisi yang berbeda-beda dan secara
umum ada 4 jenis campuran. Namun semua jenis campuran mengandung nikotin,
propilen glikol," ujar Tjandra.
Banyak pihak beranggapan, rokok elektrik adalah cara yang aman digunakan untuk
menghentikan kebiasaan merokok. "Sampai saat ini keamanan rokok elektrik
belum terbukti aman secara ilmiah," katanya.
Berbagai riset pun dilakukan untuk mengetahui kemujaraban rokok ini. Di tahun
2009, Badan Pengawas Makanan dan Obat Amerika Serikat (FDA) mensponsori
penelitian untuk mengevaluasi rokok elektronik dan menemukan bahwa rokok
elektronik masih mengandung nitrosamine tembakau tertentu, Tobacco Specific
Nitrosamines (TSNA) dan Diethylene Glycol (DEG). Ketiga bahan ini yang
diketahui menjadi racun dan karsinogen bagi tubuh. Namun hasil ini dianggap tak adil. Sebuah studi penilaian ulang yang didanai
oleh produsen rokok elektronik, melaporkan bahwa TSNA terdeteksi dalam jumlah
yang sangat kecil. "Menariknya, TSNA juga terdeteksi di produk terapi
pengganti nikotin lain yang disetujui FDA," ujarnya.
Sebuah studi terbaru mencatat bahwa beberapa rokok elektrik merek tertentu
meningkatkan secara signifikan kadar karbon monoksida di dalam plasma dan
tingkat denyut jantung pengguna. Hasil studi lain menunjukkan bahwa rokok elektrik memiliki kadar nikotin lebih
rendah dari rokok tembakau dan tidak memiliki campuran kimia yang berbahaya,
seperti tar atau zat toksik lain akibat pembakaran tembakau.
Namun, pro-kontra keamanannya masih tetap berlanjut. Berbagai studi yang
dilakukan mengungkapkan ‘jati diri’ rokok elektrik sebenarnya. Beberapa hasil
penelitian ini membuktikan.